F8 Tampilkan Film Pendek Legenda Toakala Sang Kera Putih Bantimurung

53

Makassar | Keanekaragaman budaya Indonesia hadir di Makassar International Eight Festival and Forum (F8) yang berlangsung di Anjungan Pantai Losari, 7-11 September 2022.

Potensi budaya ditampilkan dalam berbagai bentuk. Salah satunya melalui film pendek legenda ‘Taokala Sang Kera Putih Bantimurung’ yang dapat dinikmati di zona dua.

Hasil karya mahasiswa Fakultas Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Makassar berkolaborasi dengan Makkomikki ini ditampilkan dalam bentuk animasi.

Film berdurasi lima menit itu menceritakan tentang legenda kerajaan kera di Kampung Abbo, Kelurahan Leang-leang, Kecamatan Bantimurung. Pengunjung tampak asik menyaksikan.

Kerajaan tersebut dipimpin seorang raja bernama Toakala, sosok kera tinggi besar, berbulu putih, dan pintar berbicara layaknya manusia.

Dalam kisahnya diceritakan Toakala mencintai seorang putri dari Kerajaan Pattiro bernama I Bissu Daeng. Wanita cantik yang ia lihat di Telaga Kassi Kebo saat hendak pergi mencari makan.

Karena rasa cintanya, Toakala mengirim utusannya ke Kerajaan Pattiro dengan maksud meminang I Bissu Daeng.

Namun cintanya berubah menjadi kemurkaan, saat pihak Pattiro menolak dan mengolok-olok Toakala karena dianggap tidak pantas memperistrikan I Bissu Daeng yang jelita lantaran ia hanya seekor kera.

Toakala akhirnya menculik I Bissu Daeng. Namun sang putri diselamatkan seekor ular sanca besar. Toakala kembali murka dan memerintahkan rakyatnya untuk bersiap menyerang Kerajaan Pattiro.

Mendapat kabar akan diserang, nyali Raja Pattiro menciut. Raja Pattiro mengatur siasat jahat dengan mengutus panglimanya untuk bertemu dengan Raja Toakala.

Raja Pattiro berpesan agar Toakala datang melamar secara baik-baik dengan syarat, seluruh rakyatnya harus ikut tanpa terkecuali.

Saat rombongan datang, mereka disambut dengan kenduri oleh Raja Pattiro di dalam ruangan besar. Toakala dan rakyatnya sama sekali tak sadar bahwa semua itu hanya jebakan belaka.

Belum usai menyantap makanan kenduri, ruangan itu dibakar pasukan Pattiro dari luar hingga seluruh rakyat Toakala terpanggang oleh api.

Karena memiliki kesaktian, Toakala bersama satu ekor kera betina hitam yang tengah hamil berhasil lolos dari kobaran api itu.

Kera hitam yang lolos menyeka api yang membakar hangus ekor dan pantatnya. Kera itu yang beranak pinak menjadi Macaca Maura.

Sedangkan Raja Toakala marah sekaligus merasa bersalah memilih untuk mengasingkan diri. Setelah peristiwa nahas itu, I Bissu Daeng juga diliputi rasa bersalah.

Ia menganggap kecantikannya menjadi malapetaka besar. I Bissu Daeng mengutuk seluruh keturunannya tidak lagi berwajah cantik seperti dirinya.

Kutukan inilah yang menjadi mitos di Dusun Pattiro, jika ada wanita yang lahir cantik, ia tidak akan berumur panjang.

Nurabdiansyah selaku Kreatif Director Makkomikki saat berdiskusi mengatakan melalui film ini semakin banyak masyarakat yang mengetahui kisah legenda Toakala seekor kera putih besar yang patungnya berdiri kokoh di pintu masuk Bantimurung.

“Dulu kita berpikir bahwa patung itu dibuat hanya kerena di area itu banyak kera, padahal tidak. Ternyata ada legenda di balik patung itu,” ujarnya.

Ia berharap film animasi yang ia gagas bersama dengan mahasiswa DKV UNM mampu menembus pasar industri kreatif, baik di Indonesia maupun dunia dengan menampilkan beranekaragam budaya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here